Translate

Sabtu, 10 Februari 2018

Kisah Pak Misran Guyana French ke Jawa 1

Pak misran dan kedua saudaranya yaitu Pak Rebo dan Bu Ngatinem  serta kedua orang tuanya yaitu pak Kartono meninggalkan tanah kelahiran pada saat masih anak anak sekitar umur 7 tahunan. Beliau meninggalkan Indonesia sekitar tahun 1930 sebelum Indonesia merdeka. Konon ceritanya Pak Kartono dan keluarganya dibawa oleh penjajah Belanda untuk dijadikan tenaga kerja sebagai buruh perkebunan Tebu, di salah satu negara jajahan Belanda di Suriname. Pak Misran sebenarnya 4 bersaudara, tetapi satu saudara lainnya pergi ke sumatra dan belum ketemu juga sampai saat ini. Pada saat mau berangkat harta warisan Pak Kartono di Dusun Bontitan, Sendang Agung, Minggir, Sleman, Yogyakarta dijual sebagai tambahan untuk bekal hidup.

Di daerah Kecamatan Minggir pada saat penjajahan Belanda dijadikan perkebunan Tebu, dan juga ada pabrik penggilingan Tebu yang masih terkenal sampai sekarang dengan nama Mbabrik di Padon, Sendang Rejo. Bekas pabrik tebu masih ada sisa sisa bangunan dan dijadikan lapangan Sepakbola, Sendangrejo, Minggir

Bangunan peninggalan belanda selain itu juga masih banyak ditemukan di Minggir  yaitu gardu gardu bekas pos keamanan perkebunan tebu, bangunan kecamatan Minggir, Bangunan Loji yang sekarang digunakan untuk kegiatan Muhamadiyah, loji yang digunakan untuk SLB, bekas rel kereta pengangkut tebu atau montit dan ada juga loji yang dimiliki penduduk, bok renteng/saluran air vanderwikj. Bangunan tersebut mengingatkan bahwa pada saat penjajahan Belanda betapa wilayah ini sangat dekat dengan kehidupan para penjajah.

Pak Kartono dan keluarganya di Suriname dipekerjakan sebagai buruh di pabrik Tebu juga, cuaca dan struktur tanahnya hampir sama dengan di Indonesia sehingga penyesuaian alamnya tidak begitu berpengaruh. Setelah masing masing berkeluarga Pak Misran dan Pak Rebo tinggal di Guyana French yang masih di bawah pemerintah Perancis dan Ngatinem tinggal di Suriname. Guyana Frech dan Suriname dibatasi oleh sungai besar. Kedua negara ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar 5 jam dengan kendaraan roda 4.

Awal kehidupan disana sangat susah, selain sebagai buruh tebu, Pak Misran juga membuat anyaman caping/topi tani dari bambu ini merupakan bekal ketrampilan yang dibawa dari tanah kelahirannya di Minggir, yang sampai saat ini minggir terkenal sebagai sentra kerajinan bambu, satu caping dihargai tinggi sekali dibanding kurs rupiah yaitu 500.000 rupiah. Bu Misran berjualan sate. Awalnya sate tidak dikenal dan tidak laku, warungnya sepi sekali. Pada suatu hari datanglah seorang pemabok, bu Misran mencocolkan sate ke mulut pemabok itu, rupanya dia bisa merasakan bahwa ternyata sate itu enak, semenjak itu warung sate bu misran terkenal dan laris.

Pada tahun 1986 merupakan tahun yang sangat mengharukan bagi Pak Misran dan Pak Rebo. Rasa kangen terhadap tanah kelahiran di Jawa yang masih teringat pada saat  beliau masih anak anak. Mereka datang ke Indonesia bersama rombongan napak tilas tanah leluhur, keluarga lain yang ikut mencari adalah bu Misran, Painem anak sulung Misran , Yatiman suami Painem dan Crhistoper anak Painem. Untung Pak Misran dan Pak Rebo masih ingat istilah Mbabrik Minggir dan satu nama teman sepermainan dan saudara sepupu yaitu Ngalimun. Dengan bekal itu beliau mengajak guide hotel untuk mencari alamat tersebut, pada saat tahun itu belum ada google maps dan mobile phone. Akhirnya mbabrik ketemu, tetapi alamat lengkap tidak ada, sesampai di mbabrik pak misran ingat ingat lupa ada jalan ke arah barat dan jalan itu diikuti oleh driver. sepanjang jalan jika ada orang dia tanyakan Ngalimun. Tak seorangpun mengenalnya. Dengan petunjuk Allah Tuhan yang maha kuasa, akhirnya sampai di dusun Bontitan mobil berhenti ada kakek kakek di seberang jalan dan ditanyakanlah nama Ngalimun. Kakek tadi mengenalnya karena teman main Ngalimun,  ternyata nama Ngalimun itu nama  kecil dan nama tuanya adalah Tohari. Pak Tohari merupakan mertua penulis.

Sampai disini dulu, besuk disambung lagi

#PerempuanBPSMenulis
#MenulisAsyikdanBahagia
#15HariBercerita
#Harike6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar